Tampilkan postingan dengan label Tools. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tools. Tampilkan semua postingan

4 Jenis Elemen FMEA Berdasarkan Kegunaan dan Ruang Lingkupnya


Pada saat ini pelaku bisnis dalam industri di Indonesia menyadari akan semakin berubahnya orientasi pelanggannya terhadap kualitas. Dalam persaingan dunia industri yang semakin ketat, perusahaan harus dapat bertahan dan bersaing dengan perusahaan sejenis. Oleh sebab itu, perusahaan harus dapat memenuhi keinginan pelanggan dan berusaha untuk dapat mempertahankan pelanggan. 

Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi (Ariani, 2003). Bahkan, yang terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (work in process), sehingga apabila diketahui ada cacat atau kesalahan masih
dapat diperbaiki. 

Dalam konteks ini FMEA akan sangat diperlukan keberadaannya dalam sebuah perusahaan. Dan dilihat berdasarkan kegunaan dan ruang lingkupnya, ada beberapa jenis FMEA, yaitu :

1. Concept FMEA (CFMEA) : digunakan pada saat membuat konsep produk.
2. Design FMEA (DFMEA) : digunakan untuk menganalisa potential failure dan effect dari sudut pandang desain produk.
3. Process FMEA (PFMEA) : digunakan untuk menganalisa potental failure dan effect dari suatu proses manufaktur dan produk.
4. Machinery FMEA (MFMEA) : digunakan untuk menganalisa potential failure dan effect dari desain mesin, tooling dan equipment.


Dari setiap elemen diatas adalah penerapan/implementasi yang ideal dilakukan agar dapat mencegah terjadinya defect di finish good. Dengan kata lain ini tak hanya akan menguntungkan dari segi output tetapi efisiensi dalam ke empat elemen diatas.

Semoga bermanfaat


SALAM SUKSES

Dokumen-Dokumen Perencanaan Kualitas APQP (Advanced Product Quality Planning)


Ada banyak dokumen-dokumen yang dihasilkan untuk perencanaan kualitas produk yang dibuat pada saat APQP (Advanced Product Quality Planning), yaitu perencanaan kualitas produk sedini mungkin. Beberapa yang umum dan hampir dapat dipastikan dimiliki oleh setiap perusahaan yang menerapkan ISO/TS 16949 adalah sebagai berikut :
  • Process flowchart, yaitu dokumen yang menggambarkan urutan proses-proses yang dilalui untuk mengubah bahan baku menjadi produk.
  • Special Characteristic List
  • DFMEA (Design Failure Mode and Effects Analysis)
  • PFMEA (Process Failure Mode and Effects Analysis)
  • Control Plan
  • Instruksi Kerja Operator
Semua dokumen-dokumen diatas saling berhubungan baik pada saat penggunaannya maupun pada waktu pembuatannya. Tidak ada dokumen yang berdiri sendiri (stand-alone document). Buku manual PFMEA edisi 4 juga menggambarkan hubungan antara DFMEA, Process Flowchart, PFMEA dan Control Plan sebagai berikut.


1. Process Flowchart
Process flowchart dibuat terlebih dahulu setelah desain produk sudah ada dan gambaran desain proses sudah ditentukan. Process flowchart mencantumkan seluruh proses yang dilalui untuk menghasilkan produk, dimulai dari penerimaan bahan baku di gudang sampai pengiriman produk dari gudang barang jadi. Proses meliputi proses itu sendiri (dimana ada perubahan nilai tambah pada barang), inspeksi, rework/repair sampai validasi produk (misalnya layout inspection, engineering specification test).
Process flowchart dapat dibuat cukup detail dengan mencantumkan sumber-sumber variasi dari setiap tahapan proses dan output yang dihasilkan dari setiap proses. Process flowchart yang detail ini akan memudahkan team dalam menganalisa PFMEA.
Process flowchart dapat digambarkan dengan simbol-simbol tertentu, atau bisa juga dilengkapi dengan data pendukung lain, misalnya layout area produksi. Pastikan simbol spesial characteristic(jika ada) dicantumkan pula di proses/inspeksi yang terkait.

2. DFMEA

DFMEA merupakan analisa model-model kegagalan yang dapat terjadi akibat desain produk. DFMEA hampir sama dengan PFMEA. Perbedaannya adalah bahwa PFMEA untuk analisa proses, sedangkan DFMEA lebih fokus pada desain produk. Output dari DFMEA digunakan untuk analisa PFMEA. Hubungan kedua dokumen ini sangat penting untuk dapat menghasilkan produk sesuai desain awal. Misalnya failure mode pada DFMEA dan failure mode pada PFMEA dapat menghasilkan potential effectyang sama. Dalam hal ini, efek dari design failure mode harus bisa ditunjukkan pada potential effectdan nilai Severity dari DFMEA dan PFMEA.

Memang tidak semua elemen pada DFMEA akan terlihat langsung hubungannya dengan elemen pada PFMEA, karena fokusnya berbeda. Informasi dari setiap kolom tidak selalu sama. Misalnya potential design failure mode tidak sama dengan potential process failure modepotential desaign cause tidak sama dengan potential process cause. Akan tetapi dengan membandingkan keseluruhan isinya, kita bisa mendapatkan hubungannya. Misalnya hubungan dalam hal special characteristic di DFMEA dan PFMEA.

Contoh hubungan lain :
Failure mode                               : lubang kebesaran
Potential cause pada DFMEA          : diameter lubang didesain terlalu besar.
Potential cause pada PFMEA           : lubang dibuat terlalu besar (pada saat proses melubangi).
Potential effect pada PFMEA          : tidak dapat diproses pada proses selanjutnya.

Jadi untuk suatu failure mode yang sama, dapat disebabkan oleh penyebab yang berbeda.

3. Special characteristic List,

Yaitu daftar yang memuat karakteristik-karakteristik yang harus dikontrol khusus, baik atas permintaan customer, pertimbangan terhadap peraturan pemerintah (misalnya batas emisi gas buang), atau pertimbangan perusahaan (misalnya karena sering defect, banyak customer complaint, spesifikasi produk sangat kritikal, atau proses unik dan mempunyai tingkat kesulitan tinggi). Special characteristik List harus dilengkapi dengan simbol sesuai persyaratan customer dan metode pengontrolannya. Data ini akan menjadi input dalam membuat Control Plan.

4. Process FMEA.

Kolom process function yang ada pada form PFMEA diisi dengan semua proses yang tercantum padaProcess Flowchart. Pengecualian dapat dilakukan untuk proses inspeksi atau proses lain yang dipastikan tidak ada failure mode yang mungkin terjadi. Kolom “Class” pada form PFMEA diisi dengan simbol sesuai dengan data pada Special Characteristic List. Analisa PFMEA menghasilkan metode kontrol p-type (preventive action) dan d-type (detection type).

5. Control Plan.
Control Plan sangat erat hubungannya dengan PFMEA, dimana Control Plan merupakan turunan dari PFMEA. Kolom “process” pada form Control Plan harus sama dengan kolom “process” pada PFMEA dan sama dengan process flowchart. Kolom “special characteristic class” diisi dengan simbol sesuaiSpecial Characteristic List dan juga sesuai dengan PFMEA. Inti dari Control Plan adalah teknik mengontrol yang harus dilakukan. Ini didapat dari d-type PFMEA yang diuraikan lebih detail dalam bentuk:
§ product/process specification/tolerance
§ evaluation/measurement technique
§ sample size
§ sample frequency
§ control method

6. Instruksi Kerja Operator

Meskipun Control Plan sudah menjelaskan metode kontrol atau cara pengukuran/inspeksi dengan cukup detail, tetapi seringkali diperlukan dokumen penunjang yang menjelaskan cara melaksanakan pengukuran atau inspeksi tersebut (how to do). Hal ini dapat dituangkan dalam instruksi kerja operator atau bisa juga disebut Inspection Standard. Sedangkan petunjuk pelaksanaan proses ataupreventive action (p-type) dari PFMEA dapat dituangkan dalam instruksi kerja operator yang disebut pula Operation Standard. Secara level dokumen pada ISO/TS 16949, instruksi kerja ini dikategorikan dalam level 3 atau SOP (Standard Operating Procedure).

Dengan memperhatikan isi dan bentuk dari masing-masing dokumen diatas, tentunya kita bisa mengetahui masing-masing fungsinya. Pada praktisnya hanya instruksi kerja operator dan Control Plan yang paling sering digunakan di area produksi oleh para pelaksana produksi langsung. Sedangkan Process Flowchart, Special Characteristic List dan PFMEA lebih merupakan dokumen quality assurance dan digunakan pada momen-momen tertentu.

Meskipun demikian, semua dokumen ini harus mudah diakses oleh semua orang yang terkait dengan manufaktur dan harus dilakukan review secara berkala. Misalnya PFMEA yang sebaiknya direviewsetiap saat ada customer claim atau beberapa bulan sekali. Ingat bahwa PFMEA adalah before-the-event document dan bukan after-the-fact. Continual improvement pada bidang quality assurance danquality control sangat bergantung pada bagaimana kita bisa memanfaatkan dokumen-dokumen diatas sebagai tool untuk menuangkan semua gagasan dan konsep perbaikan terus menerus.


Semoga informasi ini bermanfaat


SALAM SUKSES

Sumber : simpleqs

Tujuan dan Manfaat Penerapan PFMEA Dalam Sistem Perusahaan


Sebelum mengurai program kerja FEMA tentunya perusahaan mendeskripsikan terlebih dahulu visi tujuan yang akan di raih ini karena dalam proses penerapan FMEA tentunya membutuhkan fokus dan pengorbanan perusahaan yang tak sedikit. Namun ini tak sebanding dengan apa yang akan dihasilkan kedepannya dalam membangun sistem perusahaan yang berkelanjutan.

Berikut ini adalah tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA:

1.    Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya
2.    Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik signifikan
3.    Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses
4.   Untuk membantu fokus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membentu mencegah timbulnya permasalahan.


Dari penerapan FMEA pada perusahaan, maka akan dapat diperoleh keuntungan – keuntungan yang sangat bermanfaat untuk perusahaan, (Ford Motor Company, 1992) antara lain:

1. Meningkatkan kualitas, keandalan, dan keamanan produk
2. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan
3. Meningkatkan citra baik dan daya saing perusahaan
4. Menurangi waktu dan biaya pengembangan produk
5. Memperkirakan tindakan dan dokumen yang dapat menguangi resiko

Sedangkan manfaat khusus dari Process FMEA bagi perusahaan adalah:

1. Membantu menganalisis proses manufaktur baru.
2. Meningkatkan pemahaman bahwa kegagalan potensial pada proses manufaktur harus dipertimbangkan.
3. Mengidentifikasi defisiensi proses, sehingga para engineer dapat berfokus pada pengendalian untuk mengurangi munculnya produksi yang menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan yang diinginkan atau pada metode untuk meningkatkan deteksi pada produk yang tidak sesuai tersebut.
4. Menetapkan prioritas untuk tindakan perbaikan pada proses.
5. Menyediakan dokumen yang lengkap tentang perubahan proses untuk memandu pengembangan proses manufaktur atau perakitan di masa datang.



Semoga bermanfaat


SALAM SUKSES

Sumber ; Qualityengineering

Hubungan Antara FMEA Dengan K3

FMEA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa suatu kegagalan dan akibatnya untuk menghindari kegagalan tersebut. Dalam konteks kesehatan dan keselamatan kerja (K3), kegagalan yang dimaksudkan dalam definisi di atas merupakan suatu bahaya yang muncul dari suatu proses.

Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem. Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu :

1.    Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses selama
siklus hidupnya,
2.    Efek dari kegagalan tersebut,
3.    Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan
proses.



Semoga bermanfaat



SALAM SUKSES

Sumber : mtsujarwadi

13 Definisi Ruang Lingkup FMEA dan Sejarahnya Dalam Industri Manufaktur

SEJARAH

Dimulai pada tahun 1940-an oleh militer AS, FMEA dikembangkan lebih lanjut oleh industri kedirgantaraan dan otomotif. Beberapa industri mempertahankan standar formal FMEA. Kemudian sekitar tahun 1960an FMEA digunakan sebagai metodologi formal pada industri aerospace dan pertahanan. Sejak itu kemudian FMEA digunakan dan distandarisasi oleh berbagai industri di seluruh dunia.

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya.

FMEA adalah kependekan dari Failure Mode and Effects Analysis. Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira artinya adalah Analisa Model-Model Kegagalan dan Pengaruhnya.

Artinya kita harus menganalisa model-model kegagalan yang bisa terjadi dalam suatu proses dan apa pengaruh dari kegagalan tersebut. Seringkali FMEA disebut sebagai suatu frase, yaitu Potential FMEA. Dengan adanya kata ”potential”, maka sudah jelas bahwa FMEA adalah menganalisa segala model kegagalan atau defect atau cacat yang mungkin terjadi dalam suatu proses atau produk. Jadi sebelum kegagalan atau catat itu sendiri terjadi, kita sudah melakukan analisa pengaruhnya.

Tentu tujuannya jelas, yaitu supaya kita bisa melakukan pencegahan sedini mungkin sebelum kegagalan itu benar-benar terjadi. Ibaratnya sedia payung sebelum hujan. Bedanya kita tidak ingin hujan itu terjadi meski kita sudah membawa payung. J Kenapa begitu, karena kita tidak ingin kehujanan yang bisa membuat pakaian basah, dokumen kerja basah atau bahkan menjadi sakit. (solehsugianto)

FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem tersebut. 

Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem.

Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu :

1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses selama siklus hidupnya,

2. Efek dari kegagalan tersebut,

3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan proses.

Dari referensi lain saya menemukan 10 pengertian dan ruang lingkup lainnya mengenai FMEA (Failure Mode  and Effects Analysis) :

1.    FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah teknik engineering yang digunakan untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengurangi permasalahan dari sistem, desain, atau proses sebelum permasalahan tersebut terjadi [Kmenta99].

2.    Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah metodologi yang dirancang untuk mengidentifikasi moda kegagalan potensial pada suatu produk atau proses sebelum terjadi, mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan moda kegagalan tersebut, mengidentifikasi serta melaksanakan  tindakan korektif untuk mengatasi masalah yang paling penting [Reliability2002].

3.    Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem tersebut.

4.    FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah alat yang digunakan secara luas pada industri otomotif, aerospace, dan elektronik untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengeliminasi potensi kegagalan, masalah, dan kesalahan sistem pada desain sebelum produk diluncurkan [J. Rhee2002].

5.    FMEA merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa keandalan suatu sistem dan penyebab kegagalannya untuk mencapai persyaratan keandalan dan keamanan sistem, desain dan proses dengan memberikan informasi dasar mengenai prediksi keandalan sistem, desain, dan proses.

6.    Kegagalan mode dan analisis efek (FMEA) adalah pendekatan langkah-demi-langkah untuk mengidentifikasi semua kemungkinan kegagalan dalam desain, manufaktur atau proses perakitan, atau produk atau layanan.

7.    Modus Kegagalan (Failure modes) berarti cara, atau mode, di mana sesuatu yang mungkin gagal. Kegagalan adalah setiap kesalahan atau cacat, terutama yang mempengaruhi pelanggan, dan dapat potensial atau aktual.

8.    Efek analisis (Effects analysis) mengacu untuk mempelajari konsekuensi dari kegagalan.

9.    Menurut Purdianta adalah suatu alat yang secara sistematis mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan sistem atau proses, serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya kegagalan.

10. Menurut Stamatis yang mengutip Omdahl dan ASQC, FMEA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mendefinisikan, mengenali dan mengurangi kegagalan, masalah, kesalahan dan seterusnya yang diketahui dan/ atau potensial dari sebuah sistem, desain, proses dan/ atau servis sebelum mencapai ke konsumen.



Semoga bermanfaat.



SALAM SUKSES

Sumber referensi : mtsujarwadi, qualityengineering