Ada banyak dokumen-dokumen yang dihasilkan untuk perencanaan kualitas produk yang dibuat pada saat APQP (Advanced Product Quality Planning), yaitu perencanaan kualitas produk sedini mungkin. Beberapa yang umum dan hampir dapat dipastikan dimiliki oleh setiap perusahaan yang menerapkan ISO/TS 16949 adalah sebagai berikut :
- Process flowchart, yaitu dokumen yang menggambarkan urutan proses-proses yang dilalui untuk mengubah bahan baku menjadi produk.
- Special Characteristic List
- DFMEA (Design Failure Mode and Effects Analysis)
- PFMEA (Process Failure Mode and Effects Analysis)
- Control Plan
- Instruksi Kerja Operator
Semua dokumen-dokumen diatas saling berhubungan baik pada saat penggunaannya maupun pada waktu pembuatannya. Tidak ada dokumen yang berdiri sendiri (stand-alone document). Buku manual PFMEA edisi 4 juga menggambarkan hubungan antara DFMEA, Process Flowchart, PFMEA dan Control Plan sebagai berikut.
1. Process Flowchart
Process flowchart dibuat terlebih dahulu setelah desain produk sudah ada dan gambaran desain proses sudah ditentukan. Process flowchart mencantumkan seluruh proses yang dilalui untuk menghasilkan produk, dimulai dari penerimaan bahan baku di gudang sampai pengiriman produk dari gudang barang jadi. Proses meliputi proses itu sendiri (dimana ada perubahan nilai tambah pada barang), inspeksi, rework/repair sampai validasi produk (misalnya layout inspection, engineering specification test).
Process flowchart dapat dibuat cukup detail dengan mencantumkan sumber-sumber variasi dari setiap tahapan proses dan output yang dihasilkan dari setiap proses. Process flowchart yang detail ini akan memudahkan team dalam menganalisa PFMEA.
Process flowchart dapat digambarkan dengan simbol-simbol tertentu, atau bisa juga dilengkapi dengan data pendukung lain, misalnya layout area produksi. Pastikan simbol spesial characteristic(jika ada) dicantumkan pula di proses/inspeksi yang terkait.
2. DFMEA
DFMEA merupakan analisa model-model kegagalan yang dapat terjadi akibat desain produk. DFMEA hampir sama dengan PFMEA. Perbedaannya adalah bahwa PFMEA untuk analisa proses, sedangkan DFMEA lebih fokus pada desain produk. Output dari DFMEA digunakan untuk analisa PFMEA. Hubungan kedua dokumen ini sangat penting untuk dapat menghasilkan produk sesuai desain awal. Misalnya failure mode pada DFMEA dan failure mode pada PFMEA dapat menghasilkan potential effectyang sama. Dalam hal ini, efek dari design failure mode harus bisa ditunjukkan pada potential effectdan nilai Severity dari DFMEA dan PFMEA.
Memang tidak semua elemen pada DFMEA akan terlihat langsung hubungannya dengan elemen pada PFMEA, karena fokusnya berbeda. Informasi dari setiap kolom tidak selalu sama. Misalnya potential design failure mode tidak sama dengan potential process failure mode, potential desaign cause tidak sama dengan potential process cause. Akan tetapi dengan membandingkan keseluruhan isinya, kita bisa mendapatkan hubungannya. Misalnya hubungan dalam hal special characteristic di DFMEA dan PFMEA.
Contoh hubungan lain :
Failure mode : lubang kebesaran
Potential cause pada DFMEA : diameter lubang didesain terlalu besar.
Potential cause pada PFMEA : lubang dibuat terlalu besar (pada saat proses melubangi).
Potential effect pada PFMEA : tidak dapat diproses pada proses selanjutnya.
Jadi untuk suatu failure mode yang sama, dapat disebabkan oleh penyebab yang berbeda.
3. Special characteristic List,
Yaitu daftar yang memuat karakteristik-karakteristik yang harus dikontrol khusus, baik atas permintaan customer, pertimbangan terhadap peraturan pemerintah (misalnya batas emisi gas buang), atau pertimbangan perusahaan (misalnya karena sering defect, banyak customer complaint, spesifikasi produk sangat kritikal, atau proses unik dan mempunyai tingkat kesulitan tinggi). Special characteristik List harus dilengkapi dengan simbol sesuai persyaratan customer dan metode pengontrolannya. Data ini akan menjadi input dalam membuat Control Plan.
4. Process FMEA.
Kolom process function yang ada pada form PFMEA diisi dengan semua proses yang tercantum padaProcess Flowchart. Pengecualian dapat dilakukan untuk proses inspeksi atau proses lain yang dipastikan tidak ada failure mode yang mungkin terjadi. Kolom “Class” pada form PFMEA diisi dengan simbol sesuai dengan data pada Special Characteristic List. Analisa PFMEA menghasilkan metode kontrol p-type (preventive action) dan d-type (detection type).
5. Control Plan.
Control Plan sangat erat hubungannya dengan PFMEA, dimana Control Plan merupakan turunan dari PFMEA. Kolom “process” pada form Control Plan harus sama dengan kolom “process” pada PFMEA dan sama dengan process flowchart. Kolom “special characteristic class” diisi dengan simbol sesuaiSpecial Characteristic List dan juga sesuai dengan PFMEA. Inti dari Control Plan adalah teknik mengontrol yang harus dilakukan. Ini didapat dari d-type PFMEA yang diuraikan lebih detail dalam bentuk:
§ product/process specification/tolerance
§ evaluation/measurement technique
§ sample size
§ sample frequency
§ control method
6. Instruksi Kerja Operator
Meskipun Control Plan sudah menjelaskan metode kontrol atau cara pengukuran/inspeksi dengan cukup detail, tetapi seringkali diperlukan dokumen penunjang yang menjelaskan cara melaksanakan pengukuran atau inspeksi tersebut (how to do). Hal ini dapat dituangkan dalam instruksi kerja operator atau bisa juga disebut Inspection Standard. Sedangkan petunjuk pelaksanaan proses ataupreventive action (p-type) dari PFMEA dapat dituangkan dalam instruksi kerja operator yang disebut pula Operation Standard. Secara level dokumen pada ISO/TS 16949, instruksi kerja ini dikategorikan dalam level 3 atau SOP (Standard Operating Procedure).
Dengan memperhatikan isi dan bentuk dari masing-masing dokumen diatas, tentunya kita bisa mengetahui masing-masing fungsinya. Pada praktisnya hanya instruksi kerja operator dan Control Plan yang paling sering digunakan di area produksi oleh para pelaksana produksi langsung. Sedangkan Process Flowchart, Special Characteristic List dan PFMEA lebih merupakan dokumen quality assurance dan digunakan pada momen-momen tertentu.
Meskipun demikian, semua dokumen ini harus mudah diakses oleh semua orang yang terkait dengan manufaktur dan harus dilakukan review secara berkala. Misalnya PFMEA yang sebaiknya direviewsetiap saat ada customer claim atau beberapa bulan sekali. Ingat bahwa PFMEA adalah before-the-event document dan bukan after-the-fact. Continual improvement pada bidang quality assurance danquality control sangat bergantung pada bagaimana kita bisa memanfaatkan dokumen-dokumen diatas sebagai tool untuk menuangkan semua gagasan dan konsep perbaikan terus menerus.
Semoga informasi ini bermanfaat
SALAM SUKSES
Sumber : simpleqs
EmoticonEmoticon