Tampilkan postingan dengan label Supply Chain Management. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Supply Chain Management. Tampilkan semua postingan

4 Model Dalam Teori SCM Menurut Peneliti Min, H. & Zhou

Ada berbagai model dalam teori SCM, diantara banyak pendapat para peneliti,

Min, H. & Zhou, G.(2002) membagi model SC menjadi 4 yaitu:
  1. Deterministic model: single objective & multiple objective
  2. Stochastic model: optimal control theory & dynamic control programming
  3. Hybrid model : inventory theoretic & simulation
  4. IT-Driven model: yang terdiri dari warehouse management system (WMS), enterprise resource planning (ERP) dangeographical information system (GIS).
Copra, S. & Mendle, P. (2004) membagi aktivitas utama SC berdasarkan tingkatannya dari supplier sampai customerdalam 4 (empat) siklus kegiatan, yaitu: customer order cycle, distribution/replenishment cycle, manufacturing cycle dan procurement cycle. Masing-masing siklus terdiri dari aktivitas-aktivitas yang mendukung fungsi pada tingkatan SC.

4 Peranan Teknologi Informasi dari Implementasi SCM

4 (empat) peranan yang diharapkan perusahaan dari implementasi efektif sebuah teknologi informasi.

1. Minimize Risks
Setiap bisnis memiliki resiko, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor keuangan. Pada umumnya resiko berasal dari adanya ketidakpastian dalam berbagai hal dan aspek-aspek eksternal lain yang berada di luar kontrol perusahaan. Contohnya adalah kurs mata uang yang berfluktuasi, perilaku konsumen yang dinamis, jadwal pemasokan barang yang tidak selalu ditepati, jumlah permintaan produk yang tak menentu, dan lain-lain. Saat ini berbagai jenis aplikasi telah tersedia untuk mengurangi resiko-resiko yang kerap dihadapi oleh bisnis, seperti: forecasting, financial advisory, market review, planning expert, dan lain-lain. Problem-problem klasik inventori seperti permasalahan lead time, stok barang, jalur distribusi pun telah tersedia aplikasinya yang biasanya menggunakan pendekatan simulasi. 

Kehadiran teknologi informasi selain harus mampu membantu perusahaan untuk mengurangi resiko bisnis yang ada, perlu pula menjadi sarana untuk membantu manajemen dalam mengelolaresiko (managing risks) yang dihadapi sehari-hari.

2. Reduce Costs
Tawaran lain yang ditawarkan oleh teknologi informasi adalah perbaikan efisiensi dan optimalisasi proses-proses bisnis di perusahaan. Peranan teknologi informasi sebagai katalisator dalam berbagai usaha mengurangi biaya-biaya operasional perusahaan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Sehubungan dengan hal ini, biasanya ada empat cara yang ditawarkan oleh teknologi informasi untuk mengurangi biaya-biaya yang kerap dikeluarkan untuk kegiatan operasional sehari-hari. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut:

● Eliminasi Proses. Implementasi berbagai komponen teknologi informasi mampu untuk menghilangkan atau mengeliminasi proses-proses yang dirasa tidak perlu (non value added processes). Contohnya adalah penyediaan ATM untuk mengurangi antrian nasabah di teller masing-masing bank, atau call center untuk menggantikan fungsi customer service dalam menghadapi keluhan pelanggan.
● Simplifikasi Proses. Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit (birokratik) biasanya dapat disederhanakan dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi informasi (database dan aplikasi misalnya). Sebut saja rangkaian proses permohonan kredit di bank hingga persetujuannya yang biasanya harus melalui beberapa meja, dapat dipersingkat dengan menggunakan aplikasi intranet. Atau proses transfer uang dari satu bank ke bank lainnya yang kerap harus melalui teller kini dapat dilakukan melalui situs bank terkait di internet.
● Integrasi Proses. Teknologi informasi juga mampu melakukan pengintegrasian beberapa proses menjadi satu sehingga terasa lebih cepat dan praktis (secara langsung meningkatkan kepuasan pelanggan). Contohnya adalah proses permohonan Surat Ijin Mengemudi. Di negara maju, rangkaian proses serial semacam pengambilan foto, sidik jari, tanda tangan, berat badan, dan tinggi badan, telah dapat dilakukan secara simultan. Seorang pelamar tidak harus menghabiskan waktunya antre dari satu tempat ke tempat lainnya untuk melakukan rangkaian kegiatan di atas, tetapi cukup berdiri saja di suatu tempat dengan posisi tertentu, sehingga pemotretan, pengambilan sidik jari, penimbangan berat dan tinggi badan, serta penandatanganan dapat dilakukan secara bersamaan karena adanya perangkatdigital.
● Otomatisasi Proses. Mengubah proses manual menjadi otomatis merupakan tawaran klasik dari teknologi informasi. Contohnya adalah aplikasi robotika di industri manufaktur untuk menggantikan manusia, atau fuzzy logic untuk menggantikan fungsi berbagai mesin dan peralatan, atau scanner untuk menggantikan fungsi mata manusia dalam meletakkan dan mencari barang di gudang, dan lain sebagainya.

3. Add Value
Peranan selanjutnya dari teknologi informasi adalah untuk menciptakan value bagi pelanggan perusahaan. Tujuan akhir dari penciptaan value tidak sekedar untuk memuaskan pelanggan saja (customer satisfaction), tetapi lebih jauh untuk menciptakan loyalitas (customer loyalty) sehingga pelanggan tersebut bersedia untuk selalu menjadi konsumen perusahaan untuk jangka waktu yang panjang (customer bonding). 

Kemampuan menciptakan relasi secara one-to-one antara perusahaan dengan pelanggan merupakan kunci dalam menjalin hubungan interaksi yang bermanfaat di mata pelanggan, selain usaha perusahaan untuk selalu menciptakan produk atau jasa yang lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat (cheaper, better, faster) dibandingkan dengan kompetitor bisnisnya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa yang menentukan value atau tidaknya sebuah pelayanan atau proses adalah pelanggan atau pasar, bukan internal perusahaan, sehingga teknologi informasi selain harus mampu menciptakanvalue tersebut, dapat pula menjadi sarana efektif untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat ditransformasikan menjadi value bagi pelanggan perusahaan.

4. Create New Realities
Perkembangan teknologi informasi yang terakhir ditandai dengan pesatnya teknologi internet, telah mampu menciptakan suatu arena bersaing baru bagi perusahaan, yaitu di dunia maya. Berbagai konsep e-business semacam e-commerce, e-procurement, e-customers, e-loyalty, dan lain-lain pada dasarnya meruapakan suatu cara memandang baru di dalam menanggapi mekanisme bisnis di era globalisasi informasi. 

Price Waterhouse Coopers mengidentifikasi empat tahapan evolusi yang akan dihadapi oleh perusahaan modern karena berkembangnya teknologi informasi, yaitu:

● Channel Enhancement – bagaimana teknologi informasi menyediakan kanal-kanal atau cara-cara baru dalam menjalin relasi antara para pelaku bisnis yang kesemuanya terkoneksi dengan arena bisnis baru di dunia maya tanpa mengenal kendala waktu dan ruang (time and space);
● Value-Chain Integration – bagaimana berbagai perusahaan di dunia melalui dunia maya membentuk suatu jejaring bisnis (internetworking) yang saling bekerja sama untuk menciptakan produk atau jasa yang semakin lama semakin murah, cepat, dan berkualitas baik;
● Industry Transformation – bagaimana dampak dari berbagai kemungkinan bisnis dan kerja sama antar perusahaan membawa perusahaan untuk melakukan redefinisi terhadap bisnis inti (core business) berdasarkan kompetensinya masing-masing, karakteristik produk dan jasa, serta segmentasi industri yang berkembang
● Convergence – bagaimana berbagai industri-industri yang terdahulu tersegmentasi menjadi saling bersinergi dan berkonvergensi akibat berbagai inovasi-inovasi produk dan jasa baru yang mungkin diciptakan dengan kehadiran teknologi informasi (across the industry boundaries).



Semoga bermanfaat

SALAM SUKSES

referensi :
http://moh-angscorp2.blogspot.co.id/2013/03/supply-chain-management.html

6 Hambatan dalam Supply Chain Management (SCM)

Hambatan dalam Supply Chain Management (SCM)

SCM merupakan sesuatu yang sangat kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang dihadapi dalam implementasinya, sehingga dalam implementasinya memang membutuhkan tahapan mulai tahap perancangan sampai tahap evaluasi dan continuous improvement. Selain itu implementasi SCM membutuhkan dukungan dari berbagai pihak mulai dari internal dalam hal ini seluruh manajemen puncak dan eksternal, dalam hal ini seluruh partner yang ada. Berikut ini merupakan hambatan-hambatan yang akan dialami dalam implementasi SCM yang semakin menguatkan argument bahwa implementasi SCM memang membutuhkan dukungan berbagai pihak:

1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada pelanggan (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segmen pada pelanggan, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.

2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebut dipasaran.

3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).

4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini mebuat Supply chain mangement semakin rumit dan kompleks.

5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.

6. Bullwhip Effect
Bullwhip effect merupakan istilah yang digunakan dalam dunia inventory yang mendifinisikan bagaimana pergerakan demand dalam supply chain. Bullwhip yaitu cambuk, alat untuk mengendalikan sapi atau banteng. Konsepnya adalah adalah suatu keadaan yang terjadi dalam supply chain, dimana permintaan dari customer mengalami perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, perubahan ini menyebabkan distorsi permintaan dari setiap stage supply chain. Distorsi tersebut menimbulkan efek bagi keseluruhan stage supply chain yaitu permintaan yang tidak akurat. Menurut Baihaqi, 

Bullwhip effect adalah adalah suatu fenomena dimana satu lonjakan kecil di level konsumen akan mengakibatkan lonjakan yang sangat tajam di level yang jauh dari konsumen. Efek dari kondisi ini adalah semakin tidak akuratnya data permintaan.



referensi :

http://moh-angscorp2.blogspot.co.id/2013/03/supply-chain-management.html

Definisi dan Perkembangan SCM Menurut Para Ahli dan Peneliti

Definisi dan Perkembangan SCM
Menurut Simchi-Levi et. al (2000), Supply Chain (SC) adalah suatu jaringan dari organisasi-organisasi independen dan saling terhubung yang bekerjasama secara kooperatif dan saling menguntungkan dalam mengontrol, mengatur dan memperbaiki aliran material dan informasi dari pemasok sampai pemakai. Sedangkan Supply Chain Management (SCM) merupakan sekumpulan metode dan pendekatan guna meningkatkan integritas dan efisiensi antara pemasok, manufaktur, gudang dan toko sehingga barang dagangan dapat diproduksi dan didistribusikan dengan akurat baik dari sisi jumlah, lokasi maupun waktunya (ibid).
Dalam Buku ‘Information Technology for Management’, Turban et. al, (2004) mendefinisikan SC sebagai aliran material, informasi, pembayaran dan pelayanan dari mulai pasokan bahan baku, melalui pabrik dan gudang sampai ke pamakai akhir. SC meliputi organisasi dan proses menciptakan maupun mengirimkan produk, informasi dan servis kepada pemakai. SC juga meliputi beberapa kegiatan seperti pembelian, alur pembayaran, pengelolaan material, perencanaan dan kontrol produksi, kontrol logistik dan pergudangan, inventori, distribusi dan pengiriman (ibid).
Lambert (1998) menyatakan bahwa SCM merupakan integrasi atas proses-proses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal yang menyediakan produk, jasa, dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
Menurut Simchi-Levi (2002), SCM adalah suatu kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan secara efisien antara pemasok,
perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan pada kuantitas, lokasi, dan waktu yang benar, untuk meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat pelayanan.
Menurut Handfield (1999), SCM merupakan integrasi atas kegiatan-kegiatan dalam suatu rantai pasok dengan hubungan yang diperbaiki, untuk mencapai suatu keunggulan bersaing yang
berkelanjutan.
 Chopra & Meindl (2001) berpendapat bahwa SCM mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total.
Sejak mulai tahun 60-an sampai sekarang ini SCM selalu mengalami evolusi dan perbaikan seiring perkembangan IT, mulai dari proses internal melalui MRP sampai dengan inter organisasional dan enterprise melaui IOIS dan EIS.
Menurut Ross, F.D (2003), awal perkembangan konsep SCM didasarkan pada dua fakta yaitu bahwa pada tahun 1960-an pabrikan dituntut untuk menurunkan biaya produksi dan perkembangan teknologi informasi khususnya internet yang mampu membantu merealisasikan suatu sistem terpadu sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya bukan saja pada lingkup satu perusahan saja.
SCM merupakan konsep yang semakin penting pada era perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam era tersebut, persaingan bukan lagi produk melawan produk atau perusahaan melawan perusahaan akan tetapi lebih kepada rantai pasok (supply chain) melawan rantai pasok.
Menurut Lambert et. al dalam Croxton (2001), proses-proses bisnis dalam SCM terdiri atas delapan bagian yang meliputi: manajemen hubungan pelanggan, manajemen pelayanan pelanggan, manajemen permintaan, pemenuhan pesanan, manajemen aliran manufaktur, manajemen hubungan pemasok, pengembangan dan komersialisasi produk, dan manajemen pengembalian (return management).

5 MACAM TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM

Ada banyak keterlibatan IT dalam SCM, diantara lain dalam bentuk:
·         Enterprice Resource Planning (ERP): suatu metode mengatur seluruh proses bisnis yang ada dalam suatu perusahaan dengan suatu arsitektur perangkat lunak yang berjalan dalam waktu nyata, baik itu menyangkut otomasi back-end office system, front-end office system, maupun dalam hal peningkatan efisiensi, kualitas dan produktifitas serta keuntungan (Turban et. al, John Wiley & Sons, Inc. 2004).

·         Inter Organizations Information System (IOIS): suatu sistem yang bekerja untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisa dan menyebarluaskan informasi yang berada dalam dua atau lebih organisasi guna meningkatkan efisiensi proses transaksi bisnis seperti pemesanan, penagihan, pembayaran maupun lainnya (ibid).

·         Electronic Data Interchange (EDI): segala hal yang berkaitan dengan standar perpindahan data yang berhubungan dengan transaksi bisnis antara komputer (Walton and Marucheck, 1997).

·         Virtual Enterprice (VE): suatu jaringan dari beberapa perusahaan yang independen, sangat mungkin dahulunya sesama kompetitor, bersama-sama dan bekerjasama dalam mempercepat peningkatan keuntungan dan meraih kesempatan dengan menggunakan information and communication technology (ICT) (Gunasekaran, Ngai, EJOR 159, 2004).

·         E-Commerce: seluruh aktifitas yang berhubungan dengan proses pembelian, penjualan, pengiriman maupun pertukaran produk, servis maupun informasi melalui bantuan jaringan komputer, termasuk juga internet (Turban et. al, John Wiley & Sons, Inc. 2004).


Sumber  :
http://mediabelajarkoe.files.wordpress.com/2008/09/it-in-scm-by-didiek-_v-indonesia_.pdf

8 PERANAN PENTING TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM
Chopra & Meindl (2001) menyatakan bahwa dalam SCM terdapat empat penggerak (driver), yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, informasi merupakan penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya.
Peranan informasi dalam SCM dipengaruhi oleh teknologi informasi yang digunakan. Teknologi informasi ini mempunyai peranan penting dalam dalam mendukung kinerja SCM. Peranan Teknologi Informasi pada masing-masing proses bisnis dalam SCM tersebut adalah sebagai berikut:

 Peranan dalam Manajemen Hubungan Pelanggan
Dalam SCM, proses manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management/ CRM) bertujuan untuk menyediakan struktur dalam mengembangkan dan memelihara hubungan dengan pelanggan. Berbagai teknologi informasi digunakan dalam implementasi CRM. Sebagai contoh, aplikasi Sales Force Automation (SFA) dapat digunakan untuk mengotomatiskan hubungan antara para penjual dan pembeli melalui penyediaan informasi produk dan harga (Copra & Meindl, 2001). Sistem tersebut juga memungkinkan informasi pelanggan dan produk secara rinci dan real time.

 Peranan dalam Manajemen Pelayanan Pelanggan
Untuk dapat menjalankan manajemen pelayanan pelanggan (customer service management/CSM) secara baik, teknologi informasi yang digunakan harus handal. Teknologi informasi ini harus dapat menghimpun secara real time mengenai berbagai informasi yang diperlukan pelanggan, seperti ketersediaan produk, waktu pengiriman, dan status pesanan. Manajemen pelayanan pelanggan merupakan titik kunci hubungan untuk mengadministrasikan kesepakatan produk atau jasa. Pelayanan pelanggan menyediakan sumber tunggal untuk berbagai informasi yang dibutuhkan pelanggan. Dengan teknologi informasi, perusahaan dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tingkat kepastian yang tinggi.

 Peranan dalam Manajemen Permintaan
Manajemen permintaan (demand management) mencakup proses-proses yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pelanggan dengan kemampuan pasokan perusahaan. Sistem manajemen permintaan yang baikmenggunakan data point-of-sale dari pelanggan utama untuk mengurangi ketidakpastian (uncertainty) dan menyediakan aliran yang efisien sepanjang rantai pasok. Dalam manajemen permintaan tersebut, penentuan kebijakan persediaan yang optimal memerlukan informasi yang mencakup pola permintaan biaya penanganan persediaan, biaya akibat kekurangan persediaan, dan biaya pemesanan. 

Dalam manajemen permintaan pada level perusahaan, teknologi informasi digunakan untuk melakukan sinkronisasi perencanaan permintaan (Croxton et al., 2002). Sinkronisasi dilakukan antara hasil peramalan, kemampuan manufaktur, kemampuan pasokan, dan kemampuan distribusi. Dalam SCM, manajemen permintaan menjadi permasalahan penting karena mencakup pengelolaan permintaan pada suatu rangkaian perusahaan dalam rantai pasok itu. Teknologi informasi dibutuhkan untuk menjamin keakuratan data dan mengurangi delay time aliran informasi. Kedua hal tersebut merupakan faktor-faktor penting untuk mengurangi fenomena bullwhip effect dalam rantai pasok.

Peranan dalam Pemenuhan Pesanan
Pemenuhan pesanan yang efektif membutuhkan integrasi dari proses manufaktur, logistik dan rencana pemasaran. Kunci SCM yang efektif  adalah memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan waktu. Sebagai bagian dalam sistem ERP (Enterprise Resources Planning), modul Order Fulfillment digunakan untuk memantau siklus pemenuhan pesanan dan merupakan catatan kemajuan perusahaan dalam memuaskan permintaan. ERP merupakan suatu sistem teknologi informasi operasional yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dari semua fungsi dalam perusahaan. 

Sistem ERP ini memantau material, pesanan, jadwal, persediaan barang jadi, dan informasi lainnya yang ada di perusahaan (Chopra & Meindl, 2001). Penerapan ERP tersebut membutuhkan ketersediaan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi ini akan dapat meningkatkan kepastian dalam pemenuhan pesanan.

Peranan dalam Manajemen Aliran Manufaktur
Proses-proses manufaktur harus bersifat fleksibel dalam menanggapi perubahan pasar. Perubahan dalam proses aliran manufaktur diperlukan untuk memperpendek waktu siklus. Hal ini berarti akan meningkatkan responsivitas terhadap pelanggan. Dalam ERP terdapat modul manufacturing yang mencatat aliran produk sepanjang proses manufaktur dan mengkoordinasikan apa yang, dilakukan untuk suatu bagian pada suatu waktu. Aliran produk tersebut harus dipantau melalui penggunaan teknologi informasi. Pemantauan ini dilakukan untuk memberikan kepastian dalam kelancaran aliran manufaktur.

 Peranan dalam Manajemen Hubungan Pemasok
Manajemen hubungan pemasok merupakan proses yang menentukan bagaimana suatu perusahaan berinteraksi dengan para pemasoknya. Fungsi pembelian dikembangkan melalui mekanisme komunikasi yang cepat seperti electronic data interchange (EDI) dan jaringan internet. Interaksi dengan pemasok dapat mempengaruhi kelancaran proses produksi yang dilakukan perusahaan manufaktur. 

Bagi pengecer, interaksi dengan pemasok sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan produk yang akan dijual. Untuk menjamin interaksi ini, diperlukan informasi yang memadai mengenai pemasok. Informasi ini mencakup mengenai product linelead time produk, serta sales terms and conditions. Selanjutnya, pemantauan kinerja pemasok perlu dilakukan, seperti yang dikembangkan pada modul Supplier Management dalam ERP. Dalam hal ini, teknologi informasi diperlukan untuk dapat menjamin kelancaran hubungan dengan pemasok.

Peranan dalam Pengembangan danKomersialisasi Produk
SCM mencakup integrasi pelanggan dan pemasok ke dalam proses pengembangan produk untuk memperpendek time to market. Dengan memandang SCM sebagai integrasi proses bisnis dari pemasok awal hingga pengguna akhir, setiap mata rantai harus terintegrasikan pula dalam proses pengembangan dan komersialisasi produk. Dalam situasi persaingan bisnis yang ketat dan tingkat perubahan teknologi yang cepat, penggunaan teknologi informasi tidak dapat ditawar lagi. Teknologi informasi ini digunakan oleh rantai pasok untuk mengumpulkan informasi dari mata rantai terkait dan mengalirkannya ke mata rantai terkait lainnya. Dengan demikian time to market produk yang dikembangkan dapat diperpendek.

 Peranan dalam Manajemen Pengembalian (Return Management)
Proses manajemen pengembalian mencakup pengaturan aliran reverse product secara efisien dan mengidentifikasi peluang-peluang untuk mengurangi pengembalian yang tidak dikehendaki. Dalam proses ini juga tercakup pengontrolanreusable assets, seperti kontainer. Manajemen pengembalian merupakan proses di dalam SCM dengan kegiatan-kegiatan seperti pengembalian (return), reverse logisticgatekeeping, dan avoidance (Rogers et. al, 2002). 

Lambert (1998) menyatakan bahwa dalam implementasi SCM, harus dilakukan mekanisme koordinasi yang baik di antara fungsi-fungsi yang bervariasi tersebut agar proses-proses di dalam SCM bisa dijalankan secara efektif dan efisien. Informasi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan pada rantai pasok. Dengan ruang lingkup rantai pasok yang luas dan mencakup suatu rangkaian perusahaan, kebutuhan informasi menjadi semakin penting. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan menerapkan teknologi informasi untuk SCM adalah penyiapan infrastruktur. 

Simchi-Levi (2002) menyebutkan bahwa infrastruktur teknologi informasi mencakup empat komponen, yaitu: interface devices, komunikasi, database, dan arsitektur sistem. Infrastruktur ini harus disiapkan, baik untuk internal perusahaan maupun eksternal antar perusahaan dalam rantai pasok. Dalam pembuatan keputusan rantai pasok, informasi akan berguna jika mempunyai karakteristik: akurat, dapat diakses pada waktu yang diperlukan, dan dalam bentuk yang tepat. Informasi yang akurat sangat penting untuk sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan. 

Masalah bentuk informasi tersebut terkait dengan standardisasi informasi. Informasi dapat dalam berbagai bentuk atau format yang berbeda sesuai dengan teknologi informasi yang digunakan perusahaan. Perbedaan bentuk atau format ini dapat menjadi kendala untuk mengintegrasikan informasi. Jika informasi ini tidak dapat terintegrasi maka penerapan SCM sangat sulit dilakukan.

Konsep dan Prinsip Dasar SCM (Supply Chain Management)

Konsep Supply chain adalah tahap-tahap mekanisme yang dijalankan perusahaan dalam mentransformasi bahan baku menjadi barang jadi yang dibeli oleh pelanggan. Isu-isu yang berhubungan dengan penyampaian/pengiriman barang kepada perusahaan disebut inbound logistics. Sedang isu-isu yang berhubungan dengan penyampaian produk kepada pelanggan perusahaan dan/atau distributor disebut outbound logistics.

Pada hakekatnya, supply chain memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua pihak yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah, berkualitas, dan tepat pengirimannya. Persaingan dalam konteks Supply chain management adalah persaingan antar rantai, bukan antar individu perusahaan. 

Kelemahan praktek tradisional yang bersifat adversarial adalah terfokusnya ukuran keberhasilan dan aktivitas pada bagian-bagian kecil dari supply chain yang justru sering berlawanan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pelayanan pada pelanggan atau konsumen akhir.

Terdapat beberapa alasan bagi para manajer untuk memperhatikan supply chain. 
  • Pertama, agar responsive terhadap perubahan kebutuhan pelanggan. 
  • Kedua, biaya pembelian bahan baku dan komponen-komponennya mencapai 60% dari harga pokok penjualan (cost of good sold). 
  • Ketiga, biaya logistik (biaya transportasi dan distribusi) berhubungan dengan penyampaian produk terus meningkat.
  • Keempat, meningkatnya tekanan kepada para manajer untuk mengurangi persediaannya. 
  • Kelima, teknologi informasi mendorong para manajer untuk lebih memperhatikan supply chain dan telah menggeser fungsi pembelian.

Semoga bermanfaat.

SALAM SUKSES