Tampilkan postingan dengan label OEE. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OEE. Tampilkan semua postingan

Inilah! Pengertian Dari Total Productive Maintenance (TPM)


#Definisi, Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)

Total productive maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaandi negara Jepang yang merupakan pengembang konsep maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut Preventive maintenance. Sepertidapat dilihat masa periode perkembangan PM di Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisadikatagorikan sebagai periode “ breakdown maintenance”.

Total productive maintenance (TPM) merupakan pengembangan ide dari productive maintenance adalah metode pemeliharaan mesin dan peralatan mesin.TPM berkembang dari sistem maintenance tradisional yang melibatkan semua departemen dan semua orang ikut berpartisipasi dan mengemban tanggung jawab dalam pemeliharaan mesin.peralatan.

Langkah untuk mencegah atau mengatasi masalah terrsebut dalam usaha peningkatan efisiensi produksi di lakukan dengan TPM yang mengunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) sebagai alat yang di gunakan untuk mengukur dan mengetahui kinerja mesin/peralatan.

TPM cenderung berfokus kepada proses produksi, itu dikarenakan ini adalah merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut denganprofitable PM.

Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)

TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan organisasi produksi secara menyeluruh bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi, mengurangi weast, mengurangibiaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistemperawatan pada perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh definisi dari total productivemaintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut:
  • TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.
  • TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overalleffectiveness).
  • TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian produksi,bagianmaintenance.
  • TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi.
  • TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemenmotivasi.



Semoga bermanfaat


SALAM SUKSES


Rujukan :






Jenis Penurunan Kemampuan Mesin/Peralatan



Ada dua jenis penurunan kemampuan mesin/peralatan yaitu:

1.Natural Deterioratin yaitu menurunya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pembuurukan/keausan pada fisik mesin /peralatan selama waktu pemakaian walaupun penggunaan secar benar

2.Accerated Deterioration yaitu menurunya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga dapat mempercepat keausan mesin/peralatan karena mengakibatkan tindakan dan pelakuan yang tidak seharusnya di lakukan terhadp mesin/peralatan.

Dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan keausan yang timbul ketika proses produksi berjalan, dubutuhkan cara dan metode untuk mengantisifasi dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan

Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesin/peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuain/penggatian yang di perlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang di rencanakan. Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka mesin/peralatan dapat di pergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama di pergunakan untuk proses produksi atau sebelum janga waktu tertentu di rencanakan tercapai.

Hasil yang diharapkan dari kerugian pemeliharaan mesin/peralatan (equipment maintenance) merupakan berdasarkan dua hal sebagi berikut :

1.Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar befungsi dengan baik sehingga komponen komponen yang terdapat dalam mesin juga berfungsi umur ekonomisnya.

2.Replecement maintenace yaiut melakukan tindakan perbaikan dan peggatian komponen komponen mesin tepat waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakn sebelum kerusakan terjadi.



Semoga bermanfaat

SALAM SUSKES


Rujukuan :

Jenis Jenis Maintenance (Mesin, Peralatan, OEE)



Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga mesin/peralatan dan mengadakan perbaikan atau penyesuain/penggatian yang di perlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang di rencanakan. 

Jadi dengan adanya kegiatan maintenance maka mesin/peralatan dapat di pergunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama di pergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu di rencanakan tercapai.

Jenis- jenis Maintenance.

Planned Maintenance (pemeliharaan terencana)

Planned maintenance (pemeliharaan terencana) adalah yang terorganisir dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan,pengendalian dan pencacatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.Oleh karena itu program maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pemeliharaan secar aktif bagian maintenance melalui informasi dari cacatan riwayat mesin/peralatan.

Konsep planned maintenance di tunjukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manejer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance.komunikasi dapat di perbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk mengambil keputusan.Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan,laporan pemeriksaan ,laporan perbaikan,dan lain-lain.

a.Preventive Maintenance (Pemeliharaan pencegahan)

Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi.

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang di berikan preventive maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu du usahakan dalam kondisi atau kedaan yang siap di pergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.Sehingga dapatlah di mungkinkan pembuatan suatau rencana dan jadual pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.

b.Corrective maintenance (Pemeliharaan perbaikan)

Coerrective maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.

c.Predictive Maintenance

Predictive maintenance adalah tindakan tndakan maintenance yang dilakukan pada tanggal yang di tetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran,temperature,vibrasi,flow rate, dan lain lainnya.
Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang di ajukan melalui work order ke departement maintenance untuk di lakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan.

Unplanned Maintenance (Pemeliharaan tak terencana)

Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency maintenance.Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah tindakan maintenance yang dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi,sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin/peralatan , dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu kegiatan untuk dapat meningkatakan produktivitas dan efesiensi masin/peralatan melalaui kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri. Prinsip prisip yang terdapat pada 5S, Merupakan prinsip yang mendasari kegiatan autonomous maintenance, yaitu:

1. Seiri (clearing up) : Menyingkirkan benda benda yang tidak di perlukan
2. Seiton (organazing) : Menempatkan benda benda yang di perlukan dengan rapi.
3. Seiso (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja
4. Seikatsu(standarizing):Membuat standar kebersihan,pelumasan dan insfeksi
5. Shitsuke (training and discipline): Meningkatkan skil dan moral.




Semoga bermanfaat

SALAM SUKSES


Rujukan :

Contoh Perhitungan Implementasi Skor OEE Dalam TPM

#Contoh Perhitungan Implementasi Skor OEE Dalam TPM
Tabel 1
Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
oee-table

Contoh:
  • Waktu operasional = 8 jam (480 menit)
  • Waktu setup = 10 menit
  • Breakdown = 0 menit
  • Availability = (480 – 10 – 0) / 480 = 98%
  • Waktu running = 470 menit
  • Cycle time = 17 detik per unit
  • Jumlah produk diproses = 1400 unit
  • Performance rate = (17 detik x 1400 unit) / 470 menit = (23800 detik) / (28200 detik) = 84%
  • Jumlah cacat = 168 unit
  • Quality rate = (1400 – 168) / 1400 = 1232 / 1400 = 88%
  • OEE (Overall Equipment Effectiveness) = 98% x 84% x 88% = 72%

Bagaimana kita menganalisis skor-skor di atas?

Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) telah menetapkan standarbenchmark yang telah dipraktekan secara luas di seluruh dunia. Berikut OEE Benchmark tersebut yang saya kutip dari situs www.leanproduction.com:

Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.

Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.

Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang besar untuk improvement.

Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran langsung (misalnya dengan menelusuri alasan-alasandowntime dan menangani sumber-sumber penyebab downtime secara satu per satu).

Untuk standar benchmark world class yang dianjurkan JIPM, yaitu OEE = 85%, Tabel 2 menunjukkan skor yang perlu dicapai untuk masing-masing faktor OEE :
Tabel 2
World Class OEE
OEE FactorWorld Class
Availability90.0%
Performance95.0%
Quality99.9%
Overall OEE85.0%
Standar benchmark world class OEE tersebut relatif karena pada beberapa buku dan perusahaan menunjukkan standar skor yang berbeda, standar word class ini selalu didorong lebih tinggi sejalan meningkatnya persaingan dan harapan. Misal jika di pabrik sepatu mungkin quality rate >90% dapat diterima, tapi jika di pabrik ban pesawat terbang quality rate 99.9% atau setara ~3σ mungkin merupakan minimal word class, dan tentu saja bagi perusahaan yang mempunyai program kualitas six sigma tidak akan puas dengan quality rate 99.9%.

Dari contoh perhitungan di atas kita bisa mengetahui bahwa OEE = 72% memberikan gambaran masih ada ruang untuk improvement sampai skor OEE mencapai 85% atau lebih. Fokus improvement ditujukan untuk meningkatkan performance peralatan produksi dan mengurangi reject di dalam proses.

Jonsson dan Lesshammar (1999) menyatakan bahwa kontribusi terbesar OEE adalah sederhana, namun tetap komprehensif, mengukur efisiensi internal dan dapat bekerja sebagai indikator proses perbaikan berkelanjutan. Kemudian Ljungberg (1998) menambahkan bahwa OEE juga merupakan cara efektif menganalisis efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah sistem permesinan terintegrasi (Tangen, 2004, p. 64). 

Bagaimanapun suatu perusahaan menginginkan peralatan produksinya dapat beroperasi 100% tanpa ada downtime, pada kinerja 100% tanpa ada speed losses, dengan output100% tanpa ada reject. Dalam kenyataannya, hal ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai. Menghitung OEE merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-kerugian dalam peralatan produksi maupun proses melalui aktivitas TPM.



Rujukan:

Denso. (2006). Introduction to total productive maintenance: Study guide. Denso.
LeanIndonesia.com. (2010, November 15). OEE overall equipment effectiveness [Web log post]. Retrieved fromhttp://www.leanindonesia.com/2010/11/oee-overall-equipment-effectiveness/
__________. (2011, May 14). OEE overall equipment effectiveness: Part 2 [Web log post]. Retrieved fromhttp://www.leanindonesia.com/2011/05/oee-overall-equipment-effectiveness-part-2/
Tangen, S. (2004). Evaluation and revision of performance measurement systems. (Doctoral dissertation, KTH, Production Engineering, Stockholm, Sweden), Available from Industriell produktion. (Trita-IIP No. 04:14) Retrieved from http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:kth:diva-19
Vorne Industries, Inc. (n.d.). OEE. Retrieved fromhttp://www.leanproduction.com/oee.html
__________. (n.d.). World class OEE. Retrieved fromhttp://www.oee.com/world-class-oee.html

Pengertian OEE Dalam TPM (Total Productive Maintenance)

Pengertian OEE Dalam TPM

Baru-baru ini, saya kembali mempelajari Total Productive Maintenance(TPM). Didalamnya, terdapat perhitungan dasar yang disebut OEE (overall equipment effectiveness). Hasil perhitungan OEE biasanya digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam implementasi TPM.

Jika anda ke lantai produksi, masalah umum yang sering dijumpai adalah peralatan produksi tidak beroperasi dengan baik sehingga mempengaruhi proses lainnya. OEE ini mengukur apakah peralatan produksi tersebut dapat bekerja dengan normal atau tidak. OEE meng-highlights 6 kerugian utama (the six big losses) penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal (Denso, 2006, p. 6), yaitu:

1. Startup Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanyascrap/reject saat startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruansetup mesin, proses warm-up yang kurang, dan sebagainya.

2. Setup/Adjustment Loss, dikategorikan sebagai downtime losskarena adanya waktu yang “tercuri” akibat waktu setup yang lama yang disebabkan oleh changeover produk, tidak adanya material (material shortages), tidak adanya operator (operator shortages), adjustmentmesin, warm-up time, dan sebagainya.

3. Cycle Time Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya penurunan kecepatan proses yang disebabkan oleh beberapa hal, misal: mesin sudah aus, di bawah kapasitas yang tertulis pada nameplate-nya, di bawah kapasitas yang diharapkan, ketidakefisienan operator, dan sebagainya.

4. Chokotei Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya minor stoppage yaitu mesin berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama biasanya tidak lebih dari lima menit dan tidak membutuhkan personel maintenance. Ini dikarenakan mesin hang sehingga harus reset, adanya pembersihan/pengecekan, terhalangnya sensor, terhalangnya pengiriman, dan sebagainya.

5. Breakdown Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya kerusakan mesin dan peralatan, perawatan tidak terjadwal, dan sebagainya.

6. Defect Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya rejectselama produksi berjalan.

Dari keenam kerugian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis kerugian terkait dengan proses produksi yang harus diantisipasi, yaitu :
  1. Downtime loss yang mempengaruhi Availability Rate,
  2. Speed loss yang mempengaruhi Performance Rate, dan
  3. Quality loss yang mempengaruhi Quality Rate atau disebut juga FTT (first time through).
Menurut Pomorski (1997), availability rate mengukur efektivitasmaintenance peralatan produksi dalam kondisi produksi sedang berlangsung, performance rate mengukur seberapa efektif peralatan produksi yang digunakan, dan quality rate mengukur efektivitas proses manufaktur untuk mengeliminasi scrap, rework, dan yield loss (Tangen, 2004, p. 63). 



Rujukan :

eriskunadi 2016 @https://eriskusnadi.wordpress.com/2011/09/24/tentang-overall-equipment-effectiveness/
Denso. (2006). Introduction to total productive maintenance: Study guide. Denso.
LeanIndonesia.com. (2010, November 15). OEE overall equipment effectiveness [Web log post]. Retrieved fromhttp://www.leanindonesia.com/2010/11/oee-overall-equipment-effectiveness/
__________. (2011, May 14). OEE overall equipment effectiveness: Part 2 [Web log post]. Retrieved fromhttp://www.leanindonesia.com/2011/05/oee-overall-equipment-effectiveness-part-2/
Tangen, S. (2004). Evaluation and revision of performance measurement systems. (Doctoral dissertation, KTH, Production Engineering, Stockholm, Sweden), Available from Industriell produktion. (Trita-IIP No. 04:14) Retrieved from http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:kth:diva-19
Vorne Industries, Inc. (n.d.). OEE. Retrieved fromhttp://www.leanproduction.com/oee.html
__________. (n.d.). World class OEE. Retrieved fromhttp://www.oee.com/world-class-oee.html